Beranda Daerah Pengembangan Pertanian Organik Terintegrasi Di Desa Tamansuruh

Pengembangan Pertanian Organik Terintegrasi Di Desa Tamansuruh

7
0

Banyuwangi//suaraglobal.id – Dalam rangka acara pengembangan pertanian organik terintegrasi. Bersama Komunitas Osing Pelestari Adat Tradisi (KOPAT). Didusun Wonosari, Desa Tamansuruh, Kec. Glagah Kabupaten Banyuwangi.(15/06/2022)

Teguh Sebagai Kepala Desa Tamansuruh, mengupayakan untuk mengurangi ketergantungan petani pada pupuk dan pestisida anorganik adalah dengan memanfaatkan pupuk organik dan biopestisida. Selain menyuburkan tanaman, pupuk organik juga dapat mengurangi biaya produksi dan menjaga kelestarian lingkungan,” kata Teguh.

Pengembangan pertanian terintegrasi yang didukung oleh teknologi fermentasi adalah salah satu cara yang sangat efektif untuk diterapkan di masyarakat khususnya Tamansuruh. Sistem ini sering disebut sistem pertanian tanpa limbah karena limbah tanaman diolah untuk pakan ternak dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah ternak (faeces, urine) diolah menjadi pupuk organik, bio urine, bio pestisida dan bio gas,” terangnya.

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah melalui penyuluhan, pelatihan, pendampingan dan pembuatan demo plot aplikasi pupuk organik pada tanaman buncis (0, 5, 10, 15 dan 20 ton/ha). Biopestisida digunakan adalah biourine sapi sebanyak 5% dengan cara disemprotkan pada daun.

Baca Juga :  Perduli Generasi Muda, dr Mustafa Kamil Adam,Sp.PD Gelar Sosialisasi Peraturan Daerah Tentang Pencegahan Penyalahan Narkoba

Dari hasil demplot menunjukkan bahwa produksi polong pada pemberian pupuk 5 ton/ha hampir sama dengan 20 ton/ha, sementara yang 10 dan 15 ton/ha produksinya lebih rendah dibandingkan 5 ton/ha dan yang tanpa pupuk organik produksinya paling rendah. Dari hasil demplot ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan pupuk organik padat pada tanaman buncis cukup 5 ton/ha (0,5 kg/m2

Ia mengatakan sekolah adat ini juga dimaksudkan sebagai wadah kegiatan yang sebelumnya sudah berjalan oleh sejumlah komunitas dan pemuda, seperti latihan mocoan lontar yusuf dan gerak dasar tari tradisi yang diikuti kaula muda.

Menurut Agus, perkembangan pariwisata Banyuwangi di bidang sosial budaya yang luar biasa ini harus diimbangi dengan pemahaman yang cukup, supaya tidak melenceng dari filosofi tradisi itu sendiri. Karena khawatir jika nilai luhur secara turun temurun itu hilang, generasi muda mengenal tradisi hanya sebatas pementasan.

Baca Juga :  Wakil Bupati Lampura Ardian Saputra bersama IKS Lampura Serahkan Bantuan Kepada Warga Surakarta

“Jika itu terjadi, munculah yang namanya proses degradasi budaya,” ucapnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, sejumlah hal yang berkaitan dengan kearifan lokal akan diajarkan di sekolah itu, agar dapat dipahami oleh generasi muda, termasuk membahas tentang konsep pertanian masyarakat Osing dengan mengandalkan pupuk organik.

“Misalnya tradisi kebo-keboan atau seblang, ini anak-anak harus diberi pemahaman bahwa tradisi itu bukan hanya sekedar pementasan, namun ada nilai-nilai tersendiri. Kearifan lokal ini akan jadi materi utama yang akan di-sinau. Misal bagaimana kultur masyarakat Osing yang agraris dalam mengelola lahannya,” tuturnya. ( Ali )

Artikulli paraprakDianggap Mengganggu Akses Jalan Dan Drainase, Warga Minta Pemko Medan Bongkar Pemilik Restoran Vegetarian
Artikulli tjetërPolres Kediri Kota Berhasil Menggagalkan Peredaran Ribuan Liter Miras

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini