KUPANG//suaraglobal.id Mantan Direktur utama (Dirut) Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) Nusantara Abdi Mulia (NAM), Johanes Fandoe melaporkan NA (Komisaris Utama) dan AH ( Komisaris) serta AK (Direktur Operasional) BPR NAM di Polda NTT.
Pantauan tim media, pada Rabu dan Kamis (18-19/10/2023), Mantan Dirut BPR NAM mendatangi Polda NTT untuk melaporkan ketiga orang tersebut.
“Saya datang ke Polda NTT untuk melaporkan NA, AH dan AK karena terlibat dalam masalah pemberian kredit di BPR NAM pada Tahun 2016 namun tak diproses hukum seperti saya dan analis kredit. Katanya setiap warga negara sama di mata hukum tapi mengapa penyidik sepertinya ‘tebang pilih’ dan hanya memenjarakan kami berdua. Apakah ketiganya kebal hukum?” kritiknya.
Menurut Fandoe, ia telah mendatangi SPKT Polda NTT untuk melaporkan masalah tersebut namun diarahkan untuk berkonsultasi dengan Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda NTT. ” Jadi besok kami akan datang lagi untuk berkonsultasi dengan Ditkrimsus terkait masalah itu,” jelasnya.
Fandoe melaporkan ketiga orang tersebut karena mereka sama-sama sebagai komite pemutus kredit yang telah bersama-sama memberikan persetujuan dan keputusan atas usulan Memorandum Analisa Kredit dari AO (account officer) kredit sehingga kredit-kredit tersebut direalisir atau juga dicairkan. Tetapi mengapa hanya dirinya dan AO Kredit saja yang dilaporkan dan di proses hukum.
Padahal, lanjut Fandoe, ketiganya secara sadar ikut terlibat secara aktif dalam pemberian kredit tersebut. Bahkan NA dan AH yang telah memutus 7 kredit di atas 100 juta, “tetapi kenapa saya yang harus bertanggung jawab?. Anehnya penyidik Polda NTT tidak memproses hukum ketiganya? Ada apa ini?” ungkapnya.
Menurutnya, ia merasa sangat dirugikan karena harus dihukum penjara selama kurang lebih empat Tahun 5 bulan dalam masalah tersebut. Sementara NA dan AH tidak diproses hukum untuk perbuatan yang sama.
“Apakah adil jika 5 orang komite pemutus kredit yang sama-sama bertanggung jawab atas pemberian kredit tersebut tetapi hanya saya dan analis kredit yang menanggung/memikul hukuman penjara. Ini mafia peradilan,” tandasnya dengan nada sinis.
Fandoe yang dihubungi tim media ini per telepon selulernya terkait kelanjutan proses laporannya pada Kamis, 19/10 siang, mengatakan dirinya telah bertemu pihak Ditkrimsus Polda NTT.
“Saya ingin membuat laporan Polisi tapi anehnya oknum Polisi Ditkrimsus mengatakan tidak bisa terimanya dengan berbagai alasan yang tidak jelas,” ungkap Fandoe.
Seharusnya, kata Fandoe, pihak Polda NTT menerima laporannya. “Tidak perlu mempersoalkan ada bukti dan saksi atau tidak? Kami berdua sudah diproses dan menjalani hukuman, ya sudah pasti ada saksi dan bukti sehingga kami dihukum. Tapi mengapa mereka bertiga sengaja diloloskan dari tanggung jawab hukum? Kami akan kembali ke Polda NTT untuk membuat laporan Polisi karena saya sebagai warga negara berhak membuat laporan polisi. Jika tidak diterima maka kami akan lapor ke Propam,” tegasnya.
(Redi).