Sidoarjo//suaraglobal.id
Program Pendaftaran Tanah Sistematis ( PTSL ) adalah program unggulan presiden Jokowi sejak tahun 2016 dimana program ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah dan bangunan oleh masyarakat Indonesia, melalui kementrian ATR/BPN pemerintah memberikan kemudahan bagi setiap masyarakat untuk menjadi peserta program PTSL .
Di BPN wilayah kabupaten Sidoarjo sudah menerbitkan puluhan ribu serifikat per tahunnya untuk menyukseskan program pemerintah , meskipun juga ada beberapa skandal pungli yang menyertai dan melibatkan beberapa oknum di desa baik dari unsur perangkat desa maupun panitia PTSL tingkat desa. Melalui peraturan bupati Sidoarjo nomor 83 tahun 2017 besaran biaya yang dibebankan kepada setiap peserta program PTSL hanya Rp 150.000 , akan tetapi masih saja ada pihak pihak yang memberikan beban biaya tambahan bagi masyarakat peserta program PTSL dengan dalih yang bermacam-macam.
Karena masih adanya oknum perangkat desa dan panitia yang bermasalah hukum terkait program PTSL tahun kemarin wakil bupati Sidoarjo pernah menyampaikan untuk tambahan operasional panitia PTSL desa bisa di anggarkan di APBDes agar tidak terjadi lagi praktek praktek pungli dengan modus tertentu.
Desa Terung Kulon kecamatan Krian yang tahun ini kebagian program PTSL sudah menyetor kurang lebih 2000 berkas pengajuan sertifikat hak milik dan beberapa waktu yang lalu sudah membagikan sekitar 1000 sertifikat yang sudah jadi ke masyarakat , akan tetapi sayangannya masyarakat yang mendapat undangan dari panitia PTSL desa Terung Kulon masih terbebani biaya tali asih sebesar Rp 100.000 .
Lastri ( nama samaran ) salah satu menceritakan kepada media suarglobal bahwa pada waktu mendapatkan undangan pengambilan sertifikat ke balai desa dia membayar Rp 100.000 untuk tali asih kepada panitia PTSL desa Terung Kulon karena sudah membantu proses pengurusan sertifikat lewat program PTSL ” saya membayar tali asih masing masing sebesar Rp 100.000 yang di akomodir panitia dan di keluarga saya dapat tiga sertifikat ” terang Lastri.
Rukin Ketua progam PTSL desa Terung Kulon membantah adanya pungli sebesar Rp 100.000 menurut dia uang itu adalah inisiatif warga yang bentuknya shodaqoh dan tidak ada paksaan ” tidak ada biaya lain selain Rp 100.000 dalam proses pengajuan PTSL masyarakat hanya membayar Rp 150.000 sesuai aturan dan isu tambahan pembayaran Rp 100.000 itu adalah shodaqoh dari masyarakat setelah sertifikatnya selesai dan di akomodir oleh para ketua RT serta tidak semua warga memberi ” terang Rukin.
Masih menurut Rukin ” kenapa baru sekarang dipermasalahkan, mereka tidak tahu prosesnya kita kerja sampai tengah malam untuk membantu masyarakat mas, anggaran Rp 150.000 tidak cukup, untuk beli patok dan materai Rp 60.000 dan sisanya mana cukup buat kerja panitia dalam setahun ” keluh Rukin
Dia juga mengatakan ” andai saya jadi masyarakat pemohon dibebani bayar Rp 500.000 saya tidak keberatan . Bandingkan andai kita ngurus sendiri, untuk jual beli, hibah atau hibah lewat notaris saja kena biaya berapa? , dan beban masyarakat di desa Terung Kulon ini paling sedikit coba bandingin dengan desa desa lain di kecamatan Krian yang mendapat program PTSL tahun ini.” tambah Rukin.
Sementara itu Sugiyarno kepala desa Terung Kulon menjelaskan bahwa pemerintah desa sudah mendampingi dan mengawal program ini sampai selesai ( sertifikat dibagikan ) agar tidak ada pungutan atau pembiayaan yang melebihi ketentuan yang berlaku ” pemerintah desa Terung Kulon hanya membantu dan mendampingi agar proses ini lancar sampai selesai dan tidak ada praktek pungli atau pembiayaan yang melebihi aturan yang berlaku , kalau ada pemberian tali asih atau apa dari warga kepada panitia setelah mereka menerima sertifikat itu di luar tanggung jawab pemerintah desa ” jelas Sugiyarno. ( tim )