Sanggau//suaraglobal.id.
Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) dr. Harisson, M.Kes., membuka secara resmi Rapat Komisariat Wilayah (Rakorwil) Forum Sekretaris Daerah Seluruh Indonesia (Forsesdasi) Provinsi Kalbar Tahun 2024 di Aula Balai Batomu Kabupaten Sanggau, Senin (4/3/2024).
Mengusung tema “Sinergitas Pemerintah Daerah Dalam Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dan Penurunan Angka Stunting Serta Pencegahannya di Provinsi Kalbar”, Rakorwil Forsesdasi ini dihadiri oleh seluruh Sekretaris atau Penjabat Sekretaris Daerah se Kabupaten/Kota se Kalbar.
Dalam sambutannya, Pj Gubernur Harisson menyampaikan bahwa Rakorwil ini merupakan momentum penting bagi para Sekretaris Daerah sebagai motor penggerak roda pemerintahan di daerah untuk bersinergi dan merumuskan langkah strategis dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi Kalbar, khususnya dalam hal penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan angka stunting, dan pencegahannya.
Harisson menegaskan bahwa stunting dan kemiskinan ekstrem adalah dua masalah utama yang dihadapi Indonesia, khususnya juga di Kalimantan Barat saat ini.
“Masalah utama dari stunting adalah masalah ekonomi. Kemudian baru ketahanan pangan, tingkat pengetahuan, lalu kesehatan lingkungan yang masih buruk maka jadilah stunting.” kata Harisson.
Harisson menjelaskan bahwa masalah stunting dan kemiskinan ekstrem memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
“Kemiskinan ekstrem sudah pasti miskin dan ekstrim itu kan pengeluaran perkapita per orang kalau kita hitung tidak lebih dari Rp 11.731 per hari. Jadi kalau satu orang pengeluarannya sehari kurang dari 11.000 dia masuk kategori miskin ekstrem.” terangnya.
Dirinya juga menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo sudah menekankan terkait permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem untuk segera diatasi.
“Kalau stunting, tahun 2024 ini kira-kira Kalbar bisa nggak turun menjadi 14%? Di Kota Pontianak, saya yakin. Di Sintang juga saya yakin. Kalau di kabupaten lain, kita benar-benar harus serius untuk bisa turun ke 14 persen.” kata Harisson.
Harisson juga menargetkan angka kemiskinan ekstrem di Kalbar menjadi 0 di tahun 2024.
“Ini kerja berat. Kalau sudah soal pendapatan, berarti kita harus ngomong soal pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di Kalbar itu 4,46%, di bawah angka nasional 5,06%. Sebenarnya pertumbuhan ekonomi kita itu naik, tetapi karena kita dilarang mengekspor bahan mentah terhadap hasil tambang kita jadinya turun. Dia kelihatan turun 4,46%. Nah ini harus kita jaga terus.” timpal Harisson.
“Peran strategis Sekretaris Daerah sangatlah penting dalam mensinergikan seluruh perangkat daerah dan pemangku kepentingan dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah,” ujar Harisson.
Orang nomor satu di Kalbar ini juga menyebutkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, persentase penduduk miskin di Kalbar masih berada di angka 7,97%, yang mana 10,47% diantaranya merupakan penduduk miskin ekstrem. Angka ini masih tergolong tinggi dan perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.
“Pemerintah Provinsi Kalbar telah mencanangkan berbagai program dan kegiatan untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem, termasuk melalui intervensi program-program unggulan seperti Kredit Usaha Mikro (KUR), Program Keluarga Harapan (PKH), dan bantuan sosial lainnya,” kata Harisson.
Ia juga menekankan akan pentingnya menjaga stabilitas harga untuk mengendalikan inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kalau mereka tidak mampu belanja, tidak mampu belanja untuk konsumsi mereka, maka sudah pasti pertumbuhan ekonomi itu akan turun, akan melambat. Untuk itu, benar-benar para Sekda sebagai ketua TPID ini benar-benar pelototi itu harga-harga di pasar. Harus sering turun ke pasar, apa masalahnya kenapa dia bisa naik harganya. Kalau bapak Sekda ini bisa turun ke pasar, bisa turun ke sentra-sentra produksi, maka akan menguasai apa permasalahannya dan langkah kita akan pasti tepat untuk mengatasi inflasi itu”, terangnya.
Harisson juga mengingatkan bahwa 61% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalbar dipengaruhi oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Oleh karenanya ia berpendapat bahwa sebenarnya pemerintah harus terus membina UMKM, membina kelompok-kelompok masyarakat, itu bisa juga dengan lewat BUMDes agar UMKM dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat.
“UMKM sendiri kalau dia berkembang, dia akan menyerap tenaga kerja yang ujung-ujungnya nanti kita akan menurunkan angka pengangguran, menurunkan angka kemiskinan ekstrem. Begitu juga dengan perintah mempermudah masuknya investasi di daerah kita, mempermudah perizinan. Jangan dipersulit. Kalau investasi mau masuk ke Sanggau ini atau ke Kalimantan Barat, investasi masuk dengan mudah, dia membuka lapangan pekerjaan, kemiskinan ekstrem makan berkurang, pengangguran terbuka akan berkurang, ujung-ujungnya ke pendapatan, peningkatan pendapatan keluarga akan turun dengan sendiri.”
Terkait akses permodalan UMKM orang nomor satu di Kalbar ini juga telah meminta Bank Kalbar agar dapat memberikan suku bunga yang ringan bagi para UMKM.
“UMKM kreditnya itu Bank Kalbar saja, tidak sampai 5%. Saya kemarin di rapat umum pemegang saham sudah minta agar itu naik, dinaikkan menjadi 30% sehingga UMKM itu akan dapat banyak, akan mendapat UMKM yang banyak mendapat bantuan kredit dari Bank Kalbar”, tambahnya.
Kemudian, dalam menatap Indonesia Emas 2045 ia berharap agar pemerintah dan tak terkecuali bersama para orang tua saat ini, benar – benar mempersiapkan kualitas dari anak – anak mereka. Ia menggambarkan bahwa saat ini, rata-rata pengeluaran per kapita di Indonesia adalah Rp 9.800.000 per tahun, atau sekitar Rp 816.000 per bulan. Diperkirakan pada tahun 2045, angka ini akan meningkat pesat menjadi Rp 436-44 juta per tahun, atau sekitar Rp 36 juta per bulan.
“Untuk mencapai target tersebut, generasi muda saat ini harus dipersiapkan agar menjadi generasi yang cerdas, sehat, unggul, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini penting agar mereka siap menyambut era baru di tahun 2045, di mana investasi dan ekspansi perusahaan akan meningkat pesat. Jangan sampai generasi muda kita hanya menjadi pekerja kasar di tahun 2045. Kita harus mempersiapkan mereka agar menjadi pemimpin, manager, ahli, dan pakar dengan penghasilan minimal Rp 36 juta per bulan. Ini adalah tugas kita bersama, dan kita tidak boleh lengah. Kita harus bekerja keras untuk membangun Kalimantan Barat dan Indonesia, dan mempersiapkan generasi muda untuk masa depan yang lebih gemilang”, tambahnya.
Oleh karenanya, ia menekankan bahwa penurunan angka stunting memerlukan komitmen dan kerja sama semua pihak, termasuk peran aktif Sekretaris Daerah dalam mengkoordinasikan program-program intervensi stunting di daerahnya masing-masing.
“Tinggal Dinas Kesehatan aja yang rajin-rajin nanti memberikan pengetahuan kepada ibu-ibu, apa sih yang harus diberikan kepada anak-anak,” kata Harisson.
Mengakhiri pidatonya, mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar ini berharap agar Rakorwil Forsesdasi ini dapat menghasilkan rumusan program dan kegiatan yang konkret dan terukur dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan angka stunting, dan pencegahannya di Kalbar.
“Saya yakin dengan semangat dan komitmen bersama, kita dapat mewujudkan Kalbar yang maju, sejahtera, dan bebas dari kemiskinan dan stunting,” pungkas Harisson.
Agus Maharona