Jember//suaraglobal.id
Jih Hendy dan Gus Firjaun bukan PKI, Jangan Menghasut. Kalimat tersebut terpampang di spanduk kain warna merah putih yang dibentangkan puluhan orang saat berdemonstrasi di Mapolres Jember, Rabu 30 Oktober 2024.
Demonstran mendesak pihak kepolisian agar mengusut dugaan isu bermuatan SARA yang kini sedang mengemuka di tengah perhelatan Pilkada. Langkah hukum dirasa perlu pada pihak yang menyebut-nyebut PKI, karena berpotensi memicu perpecahan.
Pengunjuk rasa juga mengadu ke Bawaslu. Mereka melaporkan calon Bupati (Cabup) Muhammad Fawait karena secara spesifik mengungkit-ungkit tentang G30S/PKI saat berpidato tentang Pilkada ke hadapan timnya.
Menurut korlap aksi, Ahmad Yulianto perkataan Fawait cenderung provokatif yang memantik polarisasi masyarakat. Pasalnya, Fawait mengungkit-ungkit G30S/PKI saat bicara ke timnya, meski sama sekali tiada pertumpahan darah di Pilkada.
Adapun rekaman pidato Fawait berupa video diunggah ke akun instagram maupun akun TikTok Cabup nomor urut 02 itu. Sehingga, di konsumsi oleh publik, dan memicu polemik.
Yulianto mengatakan, muncul kesan akibat perkataan Fawait bertujuan untuk membingkai lawannya, pasangan calon Bupati Hendy Siswanto dan calon Wakil Bupati KH Muhammad Balya Firjaun Barlaman (Hendy-Gus Firjaun).
“Kegelisahan masyarakat atas pidato Fawait berpotensi menciptakan kegaduhan dan fitnah. Karena pidato Fawait tersebut, ada akun yang membranding Gus Firjaun adalah PKI,” ungkapnya.
Padahal, Gus Firjaun merupakan sosok Kiai yang sekaligus menjadi Pengurus wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur. Gus Firjaun anak dari mendiang Rais Aam PBNU KH Achmad Siddiq, tokoh ulama asal pesantren Talangsari yang terkenal dengan perspektif memaknai Pancasila.
“Karena pidatonya Fawait kemudian ada orang-orang yang beranggapan Gus Firjaun adalah PKI. Hal ini yang membuat masyarakat tidak terima. Gus Firjaun adalah Kiai, tokoh panutan NU. Masyarakat menuntut Bawaslu menindak Fawait atas pidatonya yang diekspos di akun resminya. Ada di instagram ataupun Tiktok,” desak Yulianto.
Fawait sendiri masih bungkam hingga sekarang. Dia tidak menjawab upaya klarifikasi berbagai media yang meminta penjelasan darinya tentang pidato yang mengungkit-ungkit PKI.
Efek PKI kembali dikulik Fawait menjadi isu sensitif karena berlatar sejarah kecamuk berdarah antar kelompok massa maupun militer yang berujung tewasnya ribuan orang. Disamping kompleksitas ketegangan politik nasional yang terus menyertainya hingga sekarang.
Fawait sangat vulgar mengucapkan tentang G30S/PKI yang terekam dalam sejumlah video. Salah satunya berdurasi 1 menit 4 detik. Perkataan Fawait turut menyinggung perihal kontestasi Pilkada Jember.
“Ada upaya yang begitu besar ingin menghadang santri memimpin Kabupaten Jember dengan menebar hoax, dengan mengolok-olok, memfitnah, dan berita-berita yang keji. Itu kok Fawait kayaknya ingat seperti Gerakan 30S/PKI yang ingin menghabisi Ulama, Kiai, serta menghabisi para santri di Republik ini,” kata Fawait di video itu.
“Ucap Fawait di tengah tengah kampanyenya semua yang berkumpul disini tidak akan rela ketika santri di begitukan. Betul..?,” Fawait yang mendengar dijawab kata betul juga oleh orang-orang di hadapannya.
“Maka tidak ada kata lain kecuali lawan dan kita harus menang atau menang mutlak. Setuju..? Merdeka.. Takbir… Takbir… Takbir…,” teriak Fawait bersama suara serupa dari orang-orang di sekitarnya.
Video disertai watermark bertuliskan “Sesuai intruksi jenengan kita terus bergerak blusukan di lapangan. Sudah tidak sabar lagi sejarah baru, Santri memimpin Jember @gus_fawait.”
Pendukung Fawait juga bereaksi, tapi dengan sudut pandang dan target berbeda. Bukan menyoal materi pidato Fawait yang mengungkit-ungkit PKI, melainkan menuntut polisi untuk menelusuri akun anonim pada Tiktok @fawaituntukjember yang ikut mengunggah video pidato Fawait.
“Akun itu akun bodong. Ada foto Fawait dan Pak Djoko yang seolah-olah akun milik paslon 02 dengan menghantam isu sedemikian ekstrem ke paslon 01. Tim dari Fawait menghindari benturan akar rumput,” ujar Mahathir Muhamad.
Komisioner Bawaslu Jember, Devi Aulia Rahim menyatakan sudah menerima laporan masing-masing kubu tersebut. Pihaknya bakal menindaklanjuti seluruhnya.
“Bawaslu lakukan kajian awal dulu. Jika waktu 3 hari masih kurang maka Bawaslu akan menambah waktunya,” tutur Devi.
Maria