Sidoarjo//suaraglobal.id – Kamis 31/10/2024 Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melakukan hearing atau rapat dengar pendapat dengan Forum Kepala Desa (FKD), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Sidoarjo.
Rapat dengar pendapat di ruang sidang DPRD Sidoarjo itu membahas tentang netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), Pejabat ASN, Kepala Desa (Kades) dan perangkat desa dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 ini.
Pernyataan kepala desa Sumogirang kecamatan Prambon yang cukup menarik dan kontroversi dalam forum rapat dengar pendapat tersebut cukup menjadi perhatian publik.” Kepala Desa seharusnya tidak dijadikan obyek sasaran pelanggan pemilu hanya karena persoalan dukung mendukung calon Bupati atau momen politik lain, Kepala desa ini mbahnya politik dan kemarin waktu pileg dan pilpres Kepala Desa diminta untuk mendukung salah satu caleg maupun presiden tapi pilkada kali ini kita disuruh harus netral ” kata Kades Sumogirang
“Karena kades juga jabatan politik selain sebagai pejabat pemerintahan paling bawah yang kerap bersinggungan dengan masyarakat langsung. Kades sering kali dalam posisi sulit , bila parameter seorang kades terlibat politik praktis atau mendukung salah satu calon bupati hanya karena ada Paslon yang yang datang untuk bersilaturahmi.” lanjutnya.
Pernyataan Kepala Desa Sumogirang Kecamatan Prambon tersebut menjadi kontroversi dan kontra produktif dengan peraturan perundang undangan baik’dalam undang undang tentang desa maupun dalam undang undang 7 tahun 2017 tentang Pemilu serta undang undang no 1 tahun 2015 tentang pilkada karena seolah olah ada pembenaran terhadap oknum Kepala Desa yang terlibat dukung mendukung pasangan calon Bupati pada Pilkada serentak tahun 2024 ini. Karena dalam undang undang no 6 tahun 2014 tentang desa ada larangan dan sanksi bagi kepala desa dan perangkat desa yang terlibat dalam kampanye pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah. Dalam UU Nomor 6/2014 tentang Desa, kepala dan perangkat desa yang terlibat dalam kampanye juga dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan/tertulis.
Hal itu termuat dalam Pasal 29 dan 30 serta 51 dan 52 UU Desa. Jika sanksi administratif itu tak dilaksanakan, mereka bisa diberhentikan sementara dan dilanjutkan dengan pemberhentian.
Ini menjadi tantangan Bawaslu kabupaten Sidoarjo untuk bersikap tegas, profesional dan tidak pandang bulu kepada siapapun pihak pihak yang melanggar aturan main dalam pemilihan kepala daerah kabupaten Sidoarjo sebagai lembaga pengawas pemilu yang diberi mandat oleh undang undang untuk menjadi “wasit “, yang tidak boleh ada konflik kepentingan.
Kekhawatiran aparat pemerintahan desa yang tidak netral tak bisa dianggap sebelah mata. Sebab, aparat pemerintahan desa bisa mempengaruhi masyarakat dan jika mereka memihak kepada salah satu kubu maka membuat persaingan di antara para kandidat tidak seimbang. “Ketika Pemilu tidak lagi berimbang karena keberpihakan aparatur di tingkat desa ini, maka legitimasi dan integritas pemilu tidak tercapai. Prinsip netralitas aparatur desa sangat penting dijaga supaya legitimasi Pemilu tidak diragukan masyarakat. Karena pelanggaran terhadap prinsip netralitas ini merupakan bagian penting dari mengkalkulasikan sejauh mana Pemilukada kita berintegritas sehingga bisa di legitimasi oleh masyarakat.(NK team)