Sidoarjo//suaraglobal.id Kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu yang menyeret Kepala Desa Kedung Sumur Kecamatan Krembung terus bergulir. Rabu (6/11/2024) Fahmi Rosidi ketua JPMD melaporkan dugaan pidana pemilu yang dilakukan oleh oknum Kades Kedung Sumur Kecamatan Krembung ke Bawaslu Kabupaten Sidoarjo.
Kepada suaraglobal.id Fahmi Rosidi mengatakan, bahwa bukti-bukti terkait dugaan pidana pemilu yang dilakukan oleh oknum Kades Kedung Sumur Kecamatan Krembung sudah memenuhi delik formil dan materilnya.
“Menurut kami apa yang dilakukan Kepala Desa Kedung Sumur Kecamatan Krembung tersebut sudah memenuhi delik formil dan materiil dalam tindak pidana pemilu sebagaimana di atur dalam pasal 71 undang-undang pilkada dan juga pasal 282 undang-undang no 7 tahun 2017 tentang Pemilu,” terang Fahmi Rosidi.
Apa yang dilakukan oleh Kades Kedung Sumur tersebut dengan mengirim pesan ke WhatsApp Group FKKD tersebut dapat membawa dampak yang menguntungkan atau merugikan pihak tertentu dalam sebuah proses pemilihan kepala daerah. Frasa “menguntungkan dan/atau merugikan” dalam Pasal 71 ayat (3) merupakan delik formil yaitu delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang, sehingga tidak diperlukan adanya akibat apakah benar pasangan calon mendapat keuntungan atau kerugian, dengan terjadinya perbuatan yang dilarang, maka sudah dinyatakan tindak pidana tersebut telah terjadi.
Dengan demikian alat bukti yang diperlukan untuk keterpenuhan unsur ini adalah bukti terkait terjadinya peristiwa hukum itu sendiri, misalhnya rekaman, photo, audio visual dan lain-lain. Pemaknaan frasa “menguntungkan dan/atau merugikan” sebagai delik formil ini telah didukung melalui yurisprudensi putusan Nomor: 1/Pid.Sus/2018/PN Rbi, dalam pertimbangan hukumnya hakim berpendapat bahwa unsur keputusan dan/atau Tindakan yang “menguntungkan dan/atau merugikan” tidak dapat dimaknai secara sempit dalam arti materiil, melainkan harus dimaknai secara luas dalam arti formil, dalam arti suatu perbuatan akan berimplikasi pada dapat tidaknya suatu pasangan calon atas perbuatan tersebut akan mendapatkan keuntungan atau kerugian.
Sedangkan delik materiil atau akibat dari perbuatan yang dilarang undang-undang adalah Setidaknya ada beberapa hal yang merupakan dampak dari ketidaknetralan kepala desa dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada), yang harus diperhatikan yaitu terjadinya diskriminasi pelayanan, terjadi pengkotak kotakan antar kepala desa , konflik kepentingan dan kades menjadi tidak profesional lagi dalam menjalankan tugasnya sebagai aparatur yang peran dan fungsinya sebagai alat pemersatu, pelayan dan penyelenggara pemerintahan. Dampak dari ketidaknetralan kepala desa pada pemilu sudah pernah dialami dimasa-masa yang lalu Masa ORBA (1966-1997), kades dijadikan alat politik untuk mempertahankan kekuasaan dan pada Masa Reformasi ditakutkan kades dijadikan alat politik dan tidak boleh jadi alat politik. (NK)