Sidoarjo//suaraglobal.id Penyelenggara
Pemilu tidak hanya harus memiliki kepekaan terhadap hukum (sense of regulation), tetapi juga harus memiliki kepekaan terhadap etika (sense of ethics) karena berbicara tentang etika artinya bicara standar nilai yang sangat tinggi. Jauh di atas hukum yang memiliki kejelasan tingkat pidana atau perdata.
Kode Etik penyelenggara Pemilu merupakan suatu kesatuan asas moral, etika dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan,
tindakan baik ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.
Seorang penyelenggara Pemilu harus paham terhadap peraturan-peraturan Pemilu. Namun yang jauh lebih penting adalah terkait etika. Tidak semua diatur dalam hukum. Secara hukum bisa saja benar akan tetapi tapi tidak patut. Permasalahan terkait tatakelola pemilu yang lemah, penyelenggara pemilu tidak menindaklanjuti laporan dan cacatnya integritas penyelenggara pemilu.
Untuk mengukur etika tidaklah
sulit. Apakah sikap atau tindakan keputusan itu membuat bimbang, maka sikap atau keputusan tersebut sebaiknya dihindari, karena bisa saja berpotensi
melanggar kode etik. Tetapi, bila sikap atau keputusan itu terasa mantap dan
pihak lain pun setuju, maka lakukan.
Penyelenggara Pemilu harus bisa membangun dan menjaga etika
diawali dari orang per orang atau internal penyelenggara Pemilu. Bila etika
sudah terbangun di tingkat interal, maka etika di tingkat lembaga akan mudah
terbangun. Etika personal adalah fondasi untuk membangun etika organisasi, agar etika tersebut dijaga kualitasnya. Tidak hanya sebatas lisan melainkan dalam bentuk sikap atau perbuatan, karena seorang penyelenggara pemilu memiliki tugas mulia, yaitu menghasilkan kepala negara, kepala daerah, bahkan termasuk
legislator, pembuat undang-undang, yang berintegritas dan bermartabat.
Penyelenggara Pemilu yang tidak berintegritas akan menjadikan Pemilu yang kurang berkualitas kemudian melahirkan ketidakpuasan bagi banyak kalangan. Ketidakpuasan itu dapat
berdampak pada kurangnya kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap pemilu. Di samping itu pemilu yang tidak
berkualitas akan mendorong lahirnya dinamika politik yang cukup tinggi.
Proses demokrasi melalui pemilu, harus menghasilkan pemimpin yang berintegritas. Dan pemilu yang berintegritas, diawali dari penyelenggara Pemilu yang berintegritas pula.
Syarat Pemilu yang demokratis setidaknya harus memenuhi syarat yakni: regulasi yang jelas dan tegas, peserta pemilu yang taat aturan, pemilih yang cerdas dan partisipatif, birokrasi yang netral dan penyelenggara yang kompeten dan berintegritas. (NK)