Sidoarjo//suaraglobal.id Terpampangnya baliho calon Bupati Sidoarjo H Subandi di jalan masuk perumahan pondok jati kecamatan Sidoarjo menjadi perhatian Bupati LIRA kabupaten Sidoarjo. Winarno ST SH MHum menduga bahwa terpasangnya baliho calon Bupati petahana tersebut di tengarahi sebagai bentuk gratifikasi. Dari informasi yang diterima Winarno ST SH MHum bahwa papan reklame yang ada baliho calon Bupati petahana tersebut milik salah seorang pengusaha properti berinisial “S”. Dan baliho tersebut sudah terpasang sebelum pendaftaran calon Bupati dan wakil Bupati ke KPUD Sidoarjo.
“Saya menduga Baliho calon Bupati Sidoarjo Subandi yang terpasang di jalan masuk perumahan pondok jati kecamatan Sidoarjo merupakan bentuk gratifikasi. Karena dari informasi yang saya terima papan reklame tersebut milik salah seorang pengusaha properti berinisial “S”. Dan baliho tersebut sudah terpasang di tempat sebelum PLT Bupati Sidoarjo mendaftar ke KPUD sebagai calon bupati, artinya disini ada pemberian fasilitas oleh seorang pengusaha kepada pejabat negara yang sekaligus pimpinan daerah kabupaten Sidoarjo. Pemberian fasilitas tersebut berpotensi adanya konflik kepentingan ( conflict of interest)” jelas Bupati LSM LIRA Sidoarjo.
Masih menurut Winarno ST SH MHum kalau dugaan itu benar maka ada anomali dalam jargon anti korupsi yang sering di gaungkan oleh Cabup petahana kalau dalam kenyataannya ada gratifikasi yang dia (Cabup Subandi) terima dari seorang pengusaha. Dan itu jelas menjadi anomali dengan tagline (jargon) yang selama ini di gembar-gemborkan ke publik.
“Sangat disayanginya kalau dugaan gratifikasi itu benar, dan itu menjadikan Anomali dari tagline (jargon) anti korupsi yang dia (Cabup petahana) gembar gemborkan ke publik. Tapi dalam kenyataannya yang bersangkutan mau menerima pemberian fasilitas oleh pengusaha yang berpotensi sebagai bentuk penerimaan gratifikasi,” lanjut Winarno ST SH MHum.
Prihal gratifikasi di atur dalam Undang-Undang no 20/2021 tentang perubahan undang-undang no 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Pasal 12B ayat (1) dan Pasal 12C ayat (2).
Pasal 12B ayat (1) mengatur bahwa gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.
Pasal 12C ayat (2) mengatur bahwa penerima gratifikasi wajib melaporkan gratifikasi yang diterima kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling lambat 30 hari kerja setelah menerima gratifikasi.
Sanksi bagi pelaku gratifikasi adalah pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, atau pidana penjara seumur hidup, serta pidana denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Gratifikasi yang dimaksud adalah pemberian dalam arti luas, seperti uang, barang rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata dan pengobatan cuma-cuma.
Gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan ke KPK diatur dalam booklet Mengenal Gratifikasi yang dirilis KPK. Sampai berita ini diturunkan pengusaha reklame berinisial “S” tidak dapat dihubungi wartawan suaraglobal.id. (NK)