Sidoarjo//suaraglobal.id-Pemilihan kepala daerah tahun 2024 banyak di hiasi isu isu mobilisasi kepala. Informasi terakhir ditetapkannya ketua APDESI Serang provinsi Banten menjadi tersangka pidana Pemilu menjadi bukti bahwa strategi Paslon dengan menarik narik kepala desa keranah politik elektoral masih marak dilakukan. Meskipun dalam undang undang no 7 tahun 2017 tentang pemilu, undang undang no 10 tahun 2016 tentang perubahan undang-undang no 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah no 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur/ wakil Gubernur, Bupati/wakil Bupati pilkada maupun undang undang no 6 tahun 2014 tentang desa sudah jelas melarang kepala desa terlibat dalam politik praktis.
Begitu juga pemilihan Bupati dan wakil Bupati di kabupaten Sidoarjo. Isu isu mobilisasi Kepala Desa juga menjadi perhatian publik, civil society maupun awak media. Kasus dugaan pidana pemilu yang melibatkan oknum kepala desa Kedung Sumur kecamatan Krembung dan kasus dugaan mobilisasi dan pemberian uang kepada kepala desa di Sidoarjo yang hadir dalam acara silaturahmi dengan pembina Paguyuban Kepala Desa di hotel Move N pick Surabaya pada 22/10/2024. Kalau peristiwa pemberian uang satu juta kepada kepala desa yang hadir dalam acara silaturahmi tersebut dan di arahkan untuk mendukung maupun memilih salah satu paslon.
Kalau peristiwa itu terbukti ancaman nya sangat berat. Larangan dan sangsi untuk pelaku politik uang dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang.
Larangan politik uang pada pemilihan kepala daerah pasal 73 ayat 4 UU Nomor 10 Tahun 2016 yang berbunyi :
“Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c. Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.”
Selain adanya larangan, sanksi tegas juga ditegaskan dalam Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016, sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dengan ancaman hukuman yang berat seperti itu semestinya para kepala desa bisa menahan diri untuk tidak terlibat dalam politik praktis. Begitu juga para pihak yang berkepentingan yaitu pasangan calon Bupati dan wakil Bupati untuk tidak menarik narik kepala desa dalam politik elektoral mereka.
Agar pemilihan Bupati dan wakil Bupati Sidoarjo berjalan langsung umum bebas rahasia jujur dan adil dan melahirkan pemimpin yang berintegritas, maka penyelenggara pemilu khususnya Bawaslu yang punya tugas melakukan pencegahan dan penindakan terhadap dugaan pelanggaran pidana pemilu harus menjaga integritas dan profesionalisme sebagaimana di atur dalam peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu no 2 tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu. (NK)