Surabaya//suaraglobal.id – Evaluasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) digelar di Graha Sawunggaling, Kamis (14/11). Hal tersebut dilakukan sebagai penegasan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam upaya menuju zero stunting. Penurunan stunting tercapai selama 4 (empat) tahun terakhir.
Sebelumnya, tahun 2021 prevalensi angka stunting mencapai 28,9 persen. Kemudian tahun 2022 angka stunting kembali menurun menjadi 4,8 persen. Hingga tahun 2023 sampai saat ini menurun lagi 1,6 persen.
“Saya apresiasi untuk angka prevalensi angka stunting turun menjadi 1,6 persen. Capaian ini berimbas penurunan angka stunting di Jawa Timur keseluruhannya,” terang PJs Wali Kota Surabaya Restu Novi Widiani.
Dia juga menekankan kepada seluruh anggota TPPS tetap waspada terhadap pra stunting. Harapannya, anak-anak pra stunting yang terdata bisa didampingi menjadi sehat kembali serta tidak mengalami stunting.
PJs Wali Kota Restu turut meminta setiap Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Camat, dan Lurah maupun Kepala Puskesmas tetap melakukan pemantauan kondisi anak di lembaga kesejahteraan sosial yang berada di wilayah masing-masing.
“Sebab, bukan tidak mungkin kasus stunting muncul dari sana. Sekalipun terendah angka stunting, kita tetap tidak boleh lengah. Jadi, ada pra stunting, ini bisa menjadi ancaman menambah angka stunting,” pesannya.
“Ini perlu ada perhatian khusus pada anak berada di lembaga kesejahteraan sosial, baik pemerintah atau swasta. Gizi mereka harus tercukupi demi terhindar stunting,” ungkap Restu.
Upaya menuju zero stunting, ungkap dia, harus di barengi kesiapan ketahanan pangan. Restu melihat Kota Surabaya memiliki embrio menuju kesana dengan pemanfaatan lahan kosong menjadi urban farming.
“Saya rasa dalam upaya pemberian gizi terbaik sudah terarah. Artinya, semua masyarakat bergerak dalam kesiapan ketahanan pangan untuk menuju zero stunting,” jelas Restu.
Selanjutnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB), Ida Widayati mengungkapkan semua intervensi spesifik dan sensitif terhadap kasus stunting dilakukan semangat gotong royong secara pentahelix melalui program bapak asuh, orang tua asuh, serta Corporate Social Responsibility (CSR).
“Stunting tersisa 205 anak. Rinciannya, 188 anak warga Surabaya dan sisanya 17 anak warga luar kota yang tinggal di Surabaya hingga 11 November 2024 kemarin,” ujarnya. (nov/red)