Sidoarjo//siaraglobal.id– Menjelang kepemimpinan baru pemerintahan kabupaten Sidoarjo diperlukan kesiapan sistem dan kinerja yang baik, tertib administrasi, obyektif dan akuntabel. Keterlibatan partisipasi masyarakat dan transparansi juga menjadi faktor terciptanya good governance dalam pemerintahan kedepan.
Pengesahan Anggaran Pendapat Dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025 yang kemudian akan menjadi produk hukum daerah berupa peraturan daerah tentang Anggaran Pendapat Dan Belanja Daerah kabupaten Sidoarjo untuk dijadikan landasan hukum pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah Sidoarjo pada tahun 2025.
Hilangnya anggaran hibah ke Banon ormas keagamaan kabupaten Sidoarjo dalam pengesahan APBD tahun anggaran 2025 merupakan kejadian yang tidak lazim mekipun pihak DPRD mengklaim tidak ada aturan yang dilanggar dalam pengesahan APBD kabupaten Sidoarjo tersebut. Menurut Abdillah Nasih ketua DPRD kabupaten Sidoarjo tidak semua kebijakan atau program yang ada di dokumen KUA PPAS ( Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara) harus terakomodir dalam APBD kabupaten.
“Membatalkan kebijakan yang ada dalam dokumen KUA PPAS dalam dokumen APBD itu tidak melanggar aturan dan tidak salah justru yang tidak boleh itu apabila tidak ada program atau kebijakan pemerintah dalam dokumen KUA PPAS tapi mendadak di adakan dalam dokumen APBD ” terang Cak Nasih ( panggilan akrab red).
Kasmuin Direktur LSM CePAD (Center For Participatory Development) angkat bicara Ikhwal gonjang ganjing peniadaan alokasi hibah kepada ormas keagamaan dalam pengesahan APBD kabupaten Sidoarjo tahun anggaran 2025.
Menurutnya (Kasmuin red) pergeseran anggaran hibah ke program OPD ini bisa dinilai kurang tepat. Pasalnya, sebelum ada pergeseran anggaran hibah itu, semestinya ada penjelasan secara hukum dan terbuka kepada masyarakat agar tidak menimbulkan polemik.
“Karena kalau anggarannya sudah di cantolkan (disertakan red) Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sudah merupakan program yang tidak bisa disebutkan lagi program milik Organisasi Masyarakat (Ormas),” terang Kasmuin.
Menanggapi pernyataan ketua DPRD terkait adanya aturan yang masih debatable (belum pasti) dalam pemberian hibah kepada Banon ormas keagamaan, Kasmuin mengatakan bahwa alasan itu tidak tepat, karena menurutnya landasan hukum pemberian hibah ke organisasi masyarakat sudah jelas.
“Pemberian hibah ke ormas keagamaan sudah diatur dalam peraturan menteri dalam negeri nomor 123 tahun 2018 tentang perubahan keempat atas peraturan menteri dalam negeri nomor 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah. Pada pasal 6 ayat 6 yang berbunyi:
Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum yayasan atau organisasi kemasyarakatan yang
berbadan hukum perkumpulan, yalrg telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.Dan pasal 7 ayat 2 yang berbunyi:
Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) diberikan dengan persyaratan paling sedikit:
a. telah terdaftar pada kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia;
b. berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan; dan
c. memiliki sekretariat tetap di daerah yang bersangkutan. Arti kalau Banom (Badan Otonom) organisasi keagamaan tersebut sudah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Permendagri tersebut, ya tidak usah ada keraguan dalam mengambil keputusan ” lanjut direktur LSM CePAD tersebut.(NK)