Sidoarjo//suaraglobal.id- Korupsi berasal dari Bahasa Latin “corruptus” dan “corruptio” yang secara harafiah berarti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral dan penyimpangan dari kesucian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Baharuddin Lopa mengartikan korupsi sebagai suatu tindak pidana yang berhubungan dengan penyuapan, manipulasi, dan perbuatan lainnya sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, serta merugikan kesejahteraan dan kepentingan umum.
Korupsi diatur di dalam 13 pasal di Undang Undang no 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dan Undang Undang no 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang no 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Yang kemudian dirumuskan menjadi 30 jenis tindak pidana korupsi.
Ketiga puluh jenis tersebut disederhanakan ke dalam 7 jenis tindak pidana korupsi, yaitu korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Kasus kasus korupsi yang seringkali terungkap oleh aparat penegak hukum di daerah (Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Negeri) hanya seputar kasus suap, pungli, kegiatan fiktif dan mark up yang dilakukan oleh pengguna anggaran.
Sangat jarang dijumpai penanganan kasus korupsi dalam hal perbuatan curang, penggelapan dalam jabatan bahkan gratifikasi. Aparat penegak hukum juga harus memperhatikan banyaknya proyek infrastruktur yang sedang disorot publik Sidoarjo, terkait dugaan perbuatan curang yang dilakukan oleh kontraktor pelaksana dan juga konsultan pengawas yang telah diberi mandat oleh pejabat pembuat komitmen untuk melaksanakan dan mengawasi proyek pembangunan infrastruktur di wilayah Sidoarjo.(NK)