Tangerang//suaraglobal.id – Sebuah kasus dugaan pemerasan yang melibatkan pengusaha ayam, Iwan, dan beberapa oknum wartawan di Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, kembali mencuat. Meskipun sebelumnya kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalah melalui Restorative Justice (RJ), Iwan kini melaporkan bahwa oknum wartawan tersebut kembali menuntut pengembalian uang yang telah diberikan.
Kronologi kejadian bermula dari pemberitaan online yang menyoroti dugaan pemerasan terhadap Iwan. Pihak Iwan, melalui kuasa hukumnya Hendri, menyatakan telah memberikan sejumlah uang sebagai bagian dari kesepakatan RJ pada 20 Juli 2024. Namun, oknum wartawan tersebut kembali meminta uang, menyebabkan kerugian besar bagi Iwan yang usahanya kini terhenti, mencapai ratusan juta rupiah.
Hendri menjelaskan bahwa kliennya merasa diintimidasi dan dirugikan. Ia menekankan bahwa permintaan RJ diajukan oleh keluarga oknum wartawan, bahkan sampai memohon-mohon dan bersujud. Hendri juga menjelaskan bahwa permohonan RJ diajukan kepada Polsek Pagedangan agar kasus tidak berlanjut ke pengadilan. Pihak kepolisian menyetujui RJ, dan semua materiil dan inmaterial yang diberikan oleh keluarga oknum wartawan kepada Iwan telah diserahkan sepenuhnya kepada Hendri. Hendri menyayangkan permintaan pengembalian uang tersebut, mengingat kerugian yang dialami Iwan, baik materiil maupun immateril, termasuk gangguan mental.
Istri Iwan menambahkan bahwa oknum wartawan meminta uang Rp5 juta, dan ia terpaksa meminjam uang untuk memenuhi permintaan tersebut. Ia juga menyatakan bahwa usaha peternakan ayam suaminya kini terhenti akibat insiden ini. Ia menegaskan tidak ada tekanan dari pihak kepolisian untuk tidak melaporkan kejadian tersebut, melainkan keluarga yang mendesaknya untuk melanjutkan pelaporan karena tindakan oknum wartawan tersebut dinilai sudah kelewatan.
Ahli hukum, Angga Kurniawan, S.Pd., S.H., M.H., menjelaskan bahwa Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana memperbolehkan penyelesaian perkara pidana secara damai. Tujuan RJ adalah mencapai keadilan restoratif, memulihkan keadaan, dan mencegah eskalasi konflik. Syaratnya meliputi pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan dan melepaskan hak menuntut di hadapan hukum, serta surat permohonan perdamaian dari kedua belah pihak yang dilakukan secara sukarela. Perjanjian perdamaian dapat dijadikan alat bukti. Angga menambahkan bahwa mengenai materi yang diberikan, pelapor (Iwan) yang berhak berkomentar atau menggugat, karena telah menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya.
Senada dengan Angga, ahli hukum Mahmud, S.H., M.H., CLA., menyatakan bahwa permintaan pengembalian uang setelah RJ telah mencederai semangat RJ itu sendiri. Permintaan tersebut dapat menimbulkan konflik kembali dan bertentangan dengan tujuan RJ untuk memulihkan hubungan dan mencegah eskalasi konflik.***
Penulis: Guntur Putra Sutisna